Jumat, 13 Juli 2012

KHAWARIJ DAN PENAFSIRANNYA TERHADAP AL QURAN


A.           Abstraksi
Khawarij, sekte yang bersifat radikal menjadi banyak perbincangan dan segala bentuk kontroversi yang telah ditunjukkan Khawarij selama sekte ini ada. Tidak heran banyak pemikir-pemikir islam yang mengkaji ulang atas bentuk-bentuk ajaran yang diterapkan Khawarij demi eksistensi sekte ini. Ajaran-ajaran Khawarij yang menjadi titik kontroversial adalah politik dan kepemimpinan Khawarij, penafsiran dalil atas “La Hukm Illa Lillah”, pelaku dosa besar, pelabelan atas orang-orang kafir, proses Taqiyah, Kekhalifahan Ustman dan Ali. Semua ajaran-ajaran diatas juga mengalami banyak perubahan dan perkembangan sesuai munculnya satu-persatu sekte-sekte Khawarij, mulai dari sekte al-Muhakkimah sampai al-Ibadiyah semua itu merupakan wujud perkembangan dari aliran Khawarij.
Menurut penulis ajaran Khawarij yang paling kontroversi adalah ajarannya mengenai penafsirannya terhadapa al-Quran, bagaimana aliran ini ingin mengembalikan islam kepada titahnya.setelah melakukan proses Taqiyah yang dianggapnya sesat, bahwa manusia melakukan sebuah kesalahan berproses melalui hukum manusia yang seharusnya hukum hanyalah milik Allah swt. Oleh karea itu penulis akan membahasnya lebih lanjut atas beberapa penafsiran Khawarij yang dianggap sesat.
Tugas ini adalah merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab Khawarij dan penafsirannya terhadap Al Quran, dengan menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan) Penelitian ini di lakukan dengan bertumpu pada data kepustakaan tanpa di ikuti uji empiris. Study teks menurut Noeng Muhadjir mencakup ; Pertama, telaah teoritik suatu disiplin ilmu yang perlu di lanjutkan secara empirik untuk memperoleh kebenaran secara empirik pula. Kedua, studi yang berupaya mempelajari seluruh subtansi objek penelitian secara filosofis atau teoritik dan terkait dengan validitas. Ketiga, studi yang berupaya mempelajari teori linguistik. Keempat, adalah studi sastra.[1] , data penelitian ini dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks, baik sumber primer ataupun tulisan-tulisan dari tokoh-tokoh lain yang relevan, dan selanjutnya. Tujuan dari penulisan ini adalah, ingin memperoleh kejelasan dan pengetahuan secara akademis mengenai ajaran sekte Khawarij dalam menafsirkan ayat-ayat al Quran yang dianggap sangat kontroversi dan menjadi salah satu penyebab hancurnya Khawarij itu sendiri.
A.           Pendahuluan
Penulis memilih aliran fundamentalisme islam yaitu Khawarij. Khawarij menarik jika dilihat dari segi sejarah, Khawarij muncul karena adanya sebuah kekecewaan dari pengikut Ali dan akhirnya berujung pada pemberontakan. Pemberontakan dengan pengikut Ali dan Muawiyah. Proses tahkim yang hanya berisi unsur-unsur politis menurut Khawarij, merupakan sesuatu dosa besar. Karena manusia menentukan hukumnya sendiri.
Ajaran-ajarannya yang mulai dari ekstrim hingga moderat patut kita kaji lebih dalam, sebagai acuan sejarah islam yang pernah ada. Ajaran-ajarannya merupakan wujud protes jika dikontekskan pada masa kini, sebagai wujud kritik pada paham modernisme dan kapitalisme. Meskipun Khawarij tidak membahas masalah ekonomi. Penulis akan memberikan ulasan dalam masalah penafsiran Khawarij terhadap Al Quran. Hal ini sama dengan sebab berakhirnya Khawarij, karena sikap elitis dan individualis yang dilakukan oleh orang ibadiyah disaat doktrin Khawarij dapat diterima dengan baik oleh orang Persia dan Baster. Selain itu Khawarij jugamenunjukkan sikap pemikiran yang kolot dan kaku jika menafsirkan ayat-ayat Al Quran, dan itu lah juga disebut-sebut sebagai salah satu penyebab berakhirnya Khawarij. Ibadiyah menempati jabatan elit pada masa itu, namun khawarij tak dapat mengeksiskan dirinya. Sehingga munculah dinasti Abbasyiyah sebagaiakhir masa Khawarij.
Ayat-ayat yang ditafsirkan oleh Khawarij yang menurut penulis itu salah, dan akan diulas dalam makalah ini. Penulis juga akan memberikan beberapa kesamaan sekte Wahabi yang selama ini dikatakan sebagai perwujudan dari Khawarij (Neo-Khawarij). Persamaan disini adalah bagaimana mereka menafsirkan al Quran dengan salah, dan tidak ada wujud ijtihad untuk disesuaikan dengan kondisi saat ini. Mulai dari ayat menganai hukum, ayat pelaku dosa besar dan ayat mengenai orang-orang kafir. Bagaimana slogan Wahabi yang berbunyi “Kembali kepada al Quran dan Sunnah[2] disalah gunakan sebagi wujud pemurnian ajaran agama islam, gerakan mereka yang radikal dan fundamen membuat merka hanya sebagi kelompok-kelompok minoritas dalam wujud kritik atas modernisasi dan globalisasi serta kapitalisme.
Prestasi kapitalisme industri di negara-negara asalnya berbeda-beda tergantung pada ketelitiannya pengamatan dengan kenyataan material. Yang kedua kapitalisme dalam hal ini selalu dihubungkan dengan hal politik. Supaya kapitalisme ini dapat berhasil maka harus didukung dengan kekuatan politik[3]. Periode kreatif pemikirannya adalah saat gejolak intelektual an masa Hasan al-Basri. Selanjutnya khawarij juga masuk dalam percaturan politik, bahkan tidak banyak membuat sumbangan teologi yang terkenal. Sama dengan apa yang dilakukan khawarij, pada mulanya ia hanya sebagai wujud protes pemberontakan terhadapAli dan menjadi sebuah aliran dan kemudian Khawarij berubah dan masuk dalam percaturan politik yang menyebabkan khawarij berakhir.  
B.           Ajaran dan Genealogi Serta Akar Pemikiran
1)      Sejarah
Peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan di Madinah pada tahun 656, merupakan titik awal yang tepat untuk studi pemikiran islam dan khusunya studi Khawarij. Khawarij bersama dengan kelompok revolusioner, mengklaim kontinuitas tanggun jawab pembunuhan itu, meskipun hakikatnya atau nilai penting kontinuitas itu tidak jelas.[4]
Setelah Ustman meninggal, kaum muslimin Madinna menunjuk Ali sebagai Khalifah, tetapi tidak seluruhnya mengakui Ali. Ali menunjukkan simpati terhadap para pemberontak atau para pembunuh, begitu mereka sering disebut dan tidak mengambil langkah untuk menghukum orang-orang yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah itu. Abdullah ibnu Umar dan orang yang sepaham tidak mau mengakui Ali dan meninggalkan Madinah, disisi lain gubernur yang diangkat di Syiria oleh Utsman sekaligus juga kerabatnya, yakni Mu’awiyah tidak mau mengakui Ali dan tetap mempertahankan kekuasaannya.[5] Mu’awiyah mengklaim sebagai pengganti Utsman disaat Ali gagal menghukum orang-orang yang melakukan pembunuhan terhadap Utsman.
Kelompok ketiga dipimpin oleh janda Nabi Muhammad yaitu Siti Aisyah dan bersama dua orang Makkah yang kaya, Thalhah dan Zubair. Mereka melakukan pemberontakan terbuka selama beberapa bulan dalam perang yang disebut “Perang Jamal” dekat Basrah pada bulan desember 656. Kelompok ini mengklaim hendak menegakkan penerapan hukuman terhadap orang-orang yang melakukan kesalahan secara adil, tapi mereka tidak memiliki posisi keagamaan yang jelas dan mungkin lebih dipengaruhi kepentingan pribadi.[6] Ada tiga kelompok yang berkonflik: pertama pengikut Ali. Kedua orang-orang yang menolak Ali. Dan yang ketiga kelompok Siti Aisyah.
Perang jamal pun berakhir dengan terbunuhnya Thalhah dan Zubair. Ali dengan leluasa melakukan serangan terhadap Mu’awiyah. Kedua pasukan ini mulai berhadapan sejak bulan juni hingga juli 657 di Siffin.[7] Pertempuran kecil tersebut diselingi genjatan senjata dan diperkirakan mengalami kerugian yang besar.
Setalah melakukan perundingan selama satu malam, kedua belah pihak tersebut menyepakati perdamaian. Pasukan Mu’awiyah keluar menemui musuh dengan mengacungkan beberapa mushaf Al-Qur’an yang diikatkan pada lembing mereka. Tujuannya untuk menghentikan pertempuran berdasarkan Al-Qur’an dan para ulama’ yang ada di kelompok Ali memaksa Ali menerima tahkim, dan yang pasti para prajurit menarik diri dan tahkim pun terjadi.
Ali mengetahui betul kelicikan Mu’awiyah dan Amr bin Al-Ash, orang yang mempunyai gagsan tentang tersebut. Namun Ali tetap mengikuti sebagian pengikutnya yang menerima ajakan itu meskipun sebagian lagi mengingkinkan Ali agar tidak menerima ajakan tahkim. Proses tersebut dilaksanakan dengan cara mendatangkan satu orang dari setiap golongan untuk melakukan perundingan. Amr bin Al-Ash dari golongan Mu’awiyah yang dikenal yang licik dan Abu Musa Al-Asy’ari dari golongan Ali yang dikenal yang bertaqwa. Mereka melakukan perundingan untuk menghentikan peperangan dan melakukan perdamaian dengan menurunkan keduan pemimpin golongan, yaitu Ali dan Mu’awiyah. Abu Musa menyetujui persyaratan itu. Ia adalah orang pertama yang diminta untuk mengumandangkan hasil perjanjian tersebut lalu kemudian Amr bin Al-Ash, namun apa yang dikumandangkan oleh Amr bin Al-Ash ternyata berbeda dengan Abu Musa, ia mengatakan bahwa ia menolak untuk menurunkan kedua pemimpin tersebut, Ali dan Mu’awiyah. Ia mengatakan bahwa ia hanya menyetujui penurunan Ali, bukan Mu’awiyah, sehingga para pengikut Ali merasa kecewa dan terpecah menjadi dua golongan, Syi’ah dan Khawarij.[8]
Di tempat terjadinya proses tahkim ini (desa Harura, suatu desa yang terletak di dekat kota kuffah, Iran) sekitar dua belas ribu orang yang keluar dari barisan Ali (Khawarij) memilih Abdullah Ibn Wahb Al-Rasidi menjadi imam mereka sebagai pengganti dari Ali. Dalam pertempuran dengan kekuatan Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang Khawarij bernama Abd Al-Rahman Ibn Muljam berhasil membunuh Ali.[9]
2)      Tokoh-tokoh
Kaum Khawarij dibawah pimpinan Abdullah Ibn Wahb Al-Rasidi melakukan perlawanan terhadap Ali dan juga Mu’awiyah. Bagi mereka, Ali dan Mu’awiyah telah masuk dalam kategori keluar dari Islam, karena mereka telah berhukum selain hukum Allah. Dasar teologis inilah yang kemudian dipegang oleh kaum Khawarij sehingga banyak persoalan yang muncul berkaitan dengan siapa yang masih dianggap orang Islam dan siapa yang telah keluar dari Islam. Ali dan Mu’awiyah dan semua orang yang menyetujui tahkim, termasuk Abu Musa dan Amr bin Al-Ash, bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.[10]
Doktrin kafir itu selanjutnya dikembangkan oleh Nafi’ Ibn Al-Azraq menjadi musyrik atau polytheist, dan di dalam Islam syirik atau polytheisme merupakan dosa yang terbesar, lebih besar dari kafir. Orang yang masuk dalam kategori ini adalah orang-orang yang tidak sepaham dengan Nafi’ dan pengikutnya (Al-Azraq), bahkan orang-orang yang sepaham tapi tidak mau berhijrah ke dalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik. Barang siapa yang datang ke dalam lingkungan mereka harus mengaku mengikuti Al-Azraq dan harus berani membunuh tawanan yang diberikan oleh Al-Azraq, jika tawanan itu tidak dibunuh maka kepalanya sendiri yang akan dipenggal.[11]
Dalam perkembangannya, Najdah beserta pengikutnya ternyata terpecah karena harta rampasan perang tidak dibagi secara merata, dan sikap lunak yang diambil Najdah terhadap khalifah Abd Malik Ibn Marwan dari dinasti bani Umayyah. Dalam serangan terhadap kota Madinah mereka dapat menawan seorang anak perempuan yang diminta kembali oleh khalifah Abd Malik namun tidak disetujui oleh pengikut Najdah karena Abd Malik adalah musuh mereka. Dalam perpecahan ini Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil, dan Atiah Al-Hanafi memisahkan diri dari Najdah.[12]
Menurut Al-Syahrastani, salah satu teman dari Atifah Al-Hanafi, yaitu Abd Karim Ibn Ajrad, memikiri paham yang lebih lunak, karena menurut faham berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai diajarkan Nafi’ Ibn al-Azraq dan Najdah, tetapi merupakan sebuah kebajikan. Dengan demikian kaum Al-Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan dengan tidak dianggap kafir.[13]  
 Pengikut golongan lain adalah Ziad Ibn al-Asfar. Sekte ini dianggap dekat dengan sekte Al-Azariqah, oleh karena itu sekte ini dianggap sekte yang ekstrim. Golongan yang paling moderat dari semua sekte Khawarij adalah Al-Ibadah. Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 688 M, memisahkan diri dengan Al-Azariqah.
3)      Perkembangan
Perkembagan Khawarij ini tak terlepas dari doktrin dikalangan pemberontak. Dimana khawarij pernah melakukan pemberontakan terhadap Ali dan Muawiyah. Seperti yang telah dijelaskan diatas, pada mulanya berawal dari proses Tahkim., yang menimbulkan kekecewaan pada sebagian pengikut Ali yang kemudian keluar dan mendirikan kelompok bernama Khawarij. Khawrij berasal darikata Kharaja’ yang artinya keluar, dimana kelompok yang keluar dari barisan kelompok Ali. Dalam perkembangan ajarannya menekankan bahwa, manusia dan struktur masyarakat harus didasarkan pada Al-Quran. Konsepsinya mengenai solidaritas kelompok.[14] Dari perkembangan doktrin pemberontakan munculah sekte-sekte yang mewarnai perkembangan masa kejayaan Khawarij.
Doktrin kafir itu selanjutnya dikembangkan oleh Nafi’ Ibn Al-Azraq menjadi musyrik atau polytheist, dan di dalam Islam syirik atau polytheisme merupakan dosa yang terbesar, lebih besar dari kafir. Orang yang masuk dalam kategori ini adalah orang-orang yang tidak sepaham dengan Nafi’ dan pengikutnya (Al-Azraq). Para pengikut Al-Azraq pada akhirnya mengalami perpecahan disebabkan karena pahamnya yang sangat keras. Najdah Ibn Amir, orang yang sebelumnya ingin mengikuti jejak Al-Azraq, bersama dengan Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil, dan Atifah Al-Hanafi, tidak mau mengikuti paham Al-Azraq yang mengatakan bahwa orang yang tidak mau mengikuti hijrah adalah hijrah. Mereka sebaliknya mengatakan bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal di neraka hanyalah orang Islam yang tidak sepaham dengan golongannya, Najdah Dan kawan-kawan.[15]
Al-Azariqah adalah pengikut Nafi’ bin al-Azraq bin Qais al-Hanafi, dengan nama panggilan Abi Rasyid, dari bani Hanifah. Ia seorang pemimpin yang sangat berani. Ia terlibat peretempuran dengan prajurit Abdullah bin al-Zubair dan pembantu-pembantuna serta para prajurit bani Umayyah dan pembantu-pembantunya selama sembilan belas tahun.[16]
Ketikan Nafi’ bin Al-Azraq meninggal, dia digantikan oleh Abdullah bin Majuz al-Tamini. Dibawah pimpinanannya serangan Khawarij semakin mneghebat. Ketika Abdullah bin Majuz meninggal, ia digantikan oleh al-Muhallab bin Abi Ahafrah, sampai akhirnya Ibn al-Fja’ah tewas. Salah satu penyebanya adalah karena ia menyebarkan hadist-hadist palsu. Hadist itu dibuat untuk meringankan dosa kaumnya dan melemahkan semangat pihak lain dalam melawan Khawrij yang saat itu semakin meningkat. Ibn al-faja’ah mnegatakan “al-Harb khud’at (perang itu tipu muslihat)”. Setiap melihat al-Muhallab keluar, orang-orang Khawarij mengatakan “dia penyebar dusta”.[17]
Secara doktrinal posisi Ibn al-Azraq banyak dipengaruhi oleh konsep solidaritas kelompok. “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah” yang implikasinya, lembaga politik harus didasakan pada Al-Qur’an. Tapi ini ditafsirkan dengan makna, orang-orang yang masih menggabungkan diri dengan kelompok yang terus berjuang melawan semua orang kafir yang melanggar perintah Tuhan. Muslim yang sesungguhnya adalah pengikut Azraq. Semua orang selain kelompok Azraq mungkin sah dirampok dan dibunuh berdasarkan hukum, kecuali orang yahudi, kristen, dan sebagainya, yang secara resmi mendapat keamanan (dhimmah) dari komunitas muslim secara keseluruhan. Sikap ini dapat diterapkan pada istri-stri dan anak-anak muslim non pengikut Azraq, karena menerapkan konsepsi solidaritas kelompok. Semua keluarga orang kafir dianggap orang kafir juga.[18]
Sebelum bergabung dengan kelompok azraq, dibuat pula sebuah pengujian (mihnah), dengan menugaskan kepada calon untuk pembunuh seseorang yang dihukum. Jika ia menuruti, ia akan lebih terkait erat dengan kelompok Azraq, namun pengujian ini mungkin lebih bersifat temporal daripada praktek reguler. Azraq berusaha membuat kelompok kecil yang mencerminkan solidaritas atas ketaatannya terhadap prinsip-prinsip al-Quran, yang diinterpretasikan olehnya dalam bentuk ucapan yang memiliki potensi menyerang dengan muslim lainnya. [19]
Al-Azariqah termasuk sekte yang sangat ekstrim dalam Khawarij. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memusuhi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Siapa saja yang masuk lingkungan dimana mereka bertempat diharuskan untuk mengikuti kelompok mereka dan meyakini bahwa Islam yang benar adalah mereka. Istilah syirik dan ujian untuk membunuh tawanan sangat membuktikan kekecewaan mereka terhadap peristiwa tahkim sangat besar, sehingga mereka mengatakan Ali dan Mu’awiyah beserta pengikutnya layak dimusuhi karena diaggap tidak mengikuti hukum Allah.
Pokok aliran dari Azariqah adalah anak-anak dari orang yang berbeda paham dengan mereka kelak masuk neraka, adanya dosa warisan dari para pelaku dosa besar yang mewariskan ada anak-anaknya. Negeri yang berbeda paham adalah negeri kafir. Kecuali yang memperlihatkan iman yang sama dengan Azariqah. Azariqah juga menghalalkan penyembunyian amanat yang semestinya disampaikan kepada orang yang berbeda paham dengan mereka. “amanat orang musyrik tak wajib disampaikan”. Bidang fiqih, Azariqah menolak hukuman rajam pada pelaku zina, kerena mereka tak mengakui ketetapan hukum tersebut. Semata-mata hukuman rajam tak disebutkan dalam al-Quran.
Azariqah mengkafirkan semua orang yang berbeda paham dengan mereka, tidaklah halal bagi kaum mukmin untuk memenuhi ajakan shalat dari orang diluar aliran mereka. Azariqah juga mengatakan bahwa para nabi boleh melakukan dosa besar maupun kecil. Menurut mereka, nabi mungkin saja kafir kemudian bertobat. “sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Agar supaya Allah memberikan ampunan kepadamu atas dosamu yang telah lalu dan yang akan datang[20]  
Perilaku politik Khawarij adalah  hak mutlak tidak hanya untuk menentang, tapi juga memberontak terhadap pemerintah yang berkuasa, jika terbukti tindakan atau karakternya tak segaris dengan standart baku undang-undang pemerintah atau iman. Pemerintah haruslah seseorang dengan pribadi yang utuh dan adil serta saleh tanpa mengabaikan ajaran-ajaran al-Quran.[21]
Konsep Khawarij secara kaku dan keras, menunjukkan bahwa bangsawan Arab maupun budak hina, lelaki atau perempuan, berhak memerintah umat islam selama ia mampu menunjukkan kecakapan dan determinasinya untuk melaksanakan ajaran-ajaran al-Quran serinci mungkin.[22] Pandangan politik Khawarij yaitu mereka mengakui keabsahan khalifah Abu Bakar, Umar dan Ustman pada tahun pertama dia memerintah dan Ali sampai ia menerima keputusan abritator. [23]
Pandangan doktrin dari Najda dan pengikutnya adalah mereka menerima tanggung jawab untuk memepertahankan peraturan diwilayah yang luas, tidak sekedar dikaitkan dengan kelompok yang lebih kecil dalam satu perkampungan. [24] Melakukan pembunuhan dan pengasingan sebagai wujud dari pencurian dan pemerkosaan. Doktrin berikutnya adalah mengenai dosa besar dan Najda juga menolak ajaran kaum Azraq yang mengatakan bahwa orang yang diam adalah orang-orang kafir.
Ajaran dari al-Ajaridah adalah boleh tinggal diluar daerah dan tidak dianggap kafir. Harta yang boleh jadi harta rampasan adalah harta orang yang mati terbunuh. Al-Ajaridah memiliki pemahaman puritanisme (orang yg hidup saleh dan yang menganggap kemewahan dan kesenangan sebagai dosa)[25]. Dalam surat Yusuf yang ada dalam al-Quran membawa cerita cinta dan al-Quran tak mungkin mengandung cerita seperti itu. Mereka akhirnya tidak mengakui surat Yusuf sebagian dari surat di al-Quran. [26]
Al-Sufriyah juga termasuk dari golongan garis keras seperti Al-Azariqah. Ini adalah pendapat-pendapat dari Al-Sufriah:
1.      Orang Sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir
2.      Mereka berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh.
3.      Tidak semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar itu musyrik. Mereka membagai dosa besar menjadi dua. Dosa besar yang sangsinya di dunia (berzina, membunuh) dan dosa yang tak ada sangsinya di dusnia. Dan pelaku dosa yang kedua itu dianggap kafir.
4.      Daerah golongan islam yang tak sepaham dengan mereka bukan dar harb yaitu daerah yang harus diperangi , yang diperangi haruslah ma’askar atau pemerintahan sedangkan anak-anak dan perempuan tak boleh dijadikan tawanan.
5.      Taqiah boleh hanya dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan. Tapi sesungguhnya untuk keamanan dirinya, perempuan islam boleh kawin dengan laki-laki kafir, didaerah bukan islam. [27]    
Al-Ibadah adalah ajaran dari sekte khawarij yang moderat, selain Najda.  Adapun ajaran al Ibadah:
1.      Orang tak sepaham dengan mereka, bukan orang mukmin ataupun bukan juga orang musyrik, tapi kafir. Dengan orang islam demikian boleh diadakan hubungan perkawinan, syahadat, warisan mereka diterima. Membunuh mereka adalah haram.
2.      Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata. Emas dan pereak harus dikembalikan kepada orang empunya.
3.      Mengerjakan dosa bersar tidak membuat orang keluardari islam.
Tidaklah mengherankan dalam perkembangannya, sekte ini memerangi sekte Khawarij di garis ekstrim. Sekte al-Ibadah ini malah melakukan hubungan baik dengan Umayyah. Sampai pada Jabir Ibn Zaid al-Azdi pemimpin setelah Ibn Ibad juga melakukan hubungan baik degan dinasti Umayyah. Oleh karena itu, golongan Khawarij lainnya telah hilang dan hanya tinggal sejarah. Golongan ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di Afrika Utara, Umman dan Arabia Selatan. Meskipun ajaran golongan-golongan ektrim telah hilang, tapi masih mempunyai pengaruh, walaupun tidak banyak dalam masyarakat islam sekarang. [28]
Dari pembahasan mengenai perkembangan ajaran Khawarij. Penulis juga akan menjelaskan tentang sejarah akhir Khawarij. Periode kreatif pemikirannya adalah saat gejolak intelektual masa Hasan al-Basri. Selanjutnya khawarij juga masuk dalam percaturan politik, bahkan tidak banyak membuat sumbangan teologi yang terkenal.
Sebelum bani Umayyah runtuh, sebagian pemberontakan dibelahan utara Iraq, para pengungsi dari Basrah membawa paham Sufriyah dan paham Ibadiyah ke Barbar bagian utara Afrika dan secara efektif mempengaruhi mereka. Orang-orang yang sama dalam perdebatan kehendak bebas, menekankan kata-kata “kami tidak membenarkan kejahatan pada tuhan”, dengan pandangan yang sama dengan pandangan Zoroaster mengenai kebaikan dan kejahatan. Seseorang pengikut Ibadiyah, Yazid Ibn Unaisah meyakini akan ada nabi Persia yang mendapat wahyu dari tuhan yang akan membatalkan ajaran nabi Muhammad. [29]
Surutnya gerakan Khawarij dipengaruhi oleh dua sebab, penerimaan yang dilakukan oleh aliran lain dari apa yang valid dari pemikiran Khawarij, komunitas islam seharusnya didasarkan pada kebenaran yang diwahyukan yang diteruskan oleh gerakan keagamaan umum, dan kepedulian pada keadilan dan hukuman terhadap perbuatan yang salah. Gejolak pada periode Abbasyiyah awal persoalan baru yang dijaga kemunculannya mengenai sesuatau yang tak jelas dipancarkan dari posisi Khawarij tertentu, dan orang-orang yang berpegang teguh pada posisi itu ditinggal, seakan-akan ia berada dalam kondisi terbelakan dan terpencil.[30]

C.     Pokok-pokok Ajaran
Ajaran yang diyakini tentang Ajaran Khawarij terhadap penafsiran terhadap Al Quran
Perkembangan pemikiran sekte al-Khawarij berikutnya adalah masalah kedaulatan Tuhan, artinya kewenangan bersumber dari Tuhan. Dengan kata lain otoritas yang berada ditangan manusia itu pada prinsipnya melaksanakan otoritas Tuhan, terutama dalam hal mempertahankan eksistensi Syari’at. Doktrin al-Khawarij ini pada hakikatnya bermaksud meletakkan otoritas Tuhan di atas semua manusia. Iman adalah palaksanaan perintah Tuhan, inilah sebabnya mereka berbicara tentang “al-Bai’ah lillah”.[31]
Dalam aspek penafsiran terhadap ayat al-Qur’an Khawarij tidak memiliki kedalaman ilmu tentang Takwil dan mereka juga tidak mau peduli terhadap apa maksud sebenarnya dari makna ayat -ayat tersebut. Al-khawarij mempunyai pandangan dangkal pada ayat-ayat al-Qur’an, kadang-kadang ayat yang mereka fahami itu tidak sesuai dengan maksud sebenarnya dari ayat tersebut, dan juga tidak memiliki hubungan sama sekali dengan ayat yang mereka jadikan sebagai dalil untuk melegitimasi pendapat mereka, karena mereka hanya sebatas memahami ayat secara zahir yang batil. [32]
Di dalam setiap ajaran dan untuk memperkuat pendapat, mereka selalu menjadikan al Qur’an sebagai dasar pijakan dan dasar untuk menumbuhkan keyakinan mereka, namun hanya terkait kepada ayat-ayat yang bias mendukung pendapat mereka, untuk ayat ini mereka akan tetap mempertahankannya, sebaliknya jka persoalan tersebut tidak bersesuaian dengan pendapat dan pendirian serta kepentingan mereka, mereka berupaya sekuat tenaga untuk lepas dan mulai memalingkan dan mentakwilkan ayat al-Qur’an sehingga tidak bertentangan dengan pendapat mereka. [33]
Semua penafsiran Khawarij terhadap ayat-ayat al-Quran sebenarnya hanya digunakan sebagai alat untuk melegitimasi keberandaan (eksistensi) Khawarij. Mereka hanya mengakui ayat-ayat Quran yang sesuai dengan ajaran mereka saja, tanpa melihat keberagaman dari al-Quran itu sendiri. Sebagai contoh, kita bisa lihat, bahwa sesungguhnya mayoritas kalangan mazhabmazhab dari sekte al-Khawarij ini setuju bahawa pelaku dosa besar disebut ”kafir” dan mereka kekal di dalam neraka Jahannam, pendapat ini merupakan pendapat dan prinsip umum dari al-Khawarij, dan semua mazhab tunduk dibawahprinsip ini dan tidak akan pernah berubah.
Berikut ini diantara penafsiran yang dilakukan al-Khawarij terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bertujuan untuk menyokong dan menguatkan eksistensi sekte mereka, adapun contoh tersebut sebagai berikut :
  1. Ayat yang melegitimasi dalam memvonis Kafir terhadap setiap pelaku dosa besar, yaitu dalam surat Ali Imran ayat 97 : 
dan 97. padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
[215] Ialah: tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah.
[216] Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalananpun aman.
Ayat ini mereka simpulkan bahwa orang yang mneinggalkan kewajiban haji adalah orang kafir.
  1. Surat al-Mai’dah ayat 44:
44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
Menurut Khawarij, bahwa setiap pelaku dosa/pekerja maksiat, tanpa mempermasalahkan tinggkat syariknya, maka tetap dia menjadi ”kafir”, karena mereka telah menyimpang dari wahyu Allah swt. Al-khawarij juga menghukum para pelaku maksiat tersebut sesuai yang tertulis dalam nashal-Qur’an tersebut
  1. Surat al-Taaghabun ayat 2
1. bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
2. Dia-lah yang menciptakan kamu Maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Mereka mengkategorikan manusia hanya ada dua macam, yaitu kafir dan mukmin. Sedangkan orang fasiq tidak ada diantara kita semua. Orang fasiq tetap ada pada kategori kafir, dan orang yang tidak beriman tetap dikatakan kafir.
  1. Surat al-Imron ayat 106
106. pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".
Khawarij mengatakan bahwa orang-orang fasiq sudah pasti hitam mukanya, karena fasiq merupakan bagian dari orang-orang kafir.
  1. Surat as-Sajdah ayat 20
20. dan Adapun orang-orang yang Fasik (kafir) Maka tempat mereka adalah Jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya."
Berdasarkan ayat ini al-Khawarij menjadikan seseorang itu termasuk golongan pendusta. Demikian beberapa ayat-ayat al-Qur’an,. Dijadikan al-Khawarij untuk mengklaim para pelaku dosa besar sebagai ”kafir”[34]

D.          Respon Baik yang Mendukung dan Mengkritik Terhadap Perkembangan Ajaran
Makna khawarij (respon baik) menurut penulis adalah terdapat pada hipotesa mengenai munculnya Khawarij, ada 4 macam:
1.      Khawarij adalah orang yang keluar atau memisahkan diri dari Ali
2.      Mereka adalah golongan yang keluar dari kalangan yang tidak beriman “dengan melakukan hijrah kepada Allah dan Rasulnya”. Memutuskan ikatan dari orang yang tidak beriman
3.      Mereka adalah orang-orang yang keluar menetang (kharaja’ ala), dalam pengertian memeberontak Ali.
4.      Mereka adalah orang-orang yang keluar dan mengambil bagian aktif dalam jihad, berbeda dengan mereka yang masih tetap, yang dibedakan dalam al-quran. [35]
Kritik terhadap golongan ini. Abu Zahrah mengatakan bahwa cara mereka memperlakukan makna lahiriah ayat al-Quran telah menyebabkan mereka, tidak dapat menangkap inti dan maksd al-Qurna. Yang lebih dalam. Mereka seharusnya mempelajari sebab turunnya al-Quran serta mutasyabihat, berikut rahasia-rahasia kebahasaan, niscaya mereka tidak akan terjerumus dalam kesalahan akibat kecerobohan berpikir dan pengingkaran mereka yang luar biasa. [36]
Mereka hanya mau mempelajari al-Quran tapi tidak mau mempelajari as-Sunnah. Mereka bersikap bengis, suka kekerasan, dan tak gentar mati, keras hari, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung pada orang lain. Mereka memaknai islam (al-Quran) secara tekstual, sepenuhnya, dan merupakan paham sederhana tetapi sempit. Iman tebal tapi sempit, dan ditambah sikap fanatik , membuat mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan islam menurut paham mereka, walaupun dalam bentuk kecil. Disinilah letaknya kaum Khawarij mudah terpecah. Sikap mereka yang selalu mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa islam dan umat islam yang ada di zaman mereka. [37]
E.           Analisis Terhadap Pokok Ajaran dan Perdebatan yang Muncul
Penulis memberikan analisis mengenai penafsiran Khawarij terhadap al-Quran. Ayat-ayat al-Quran yang mereka salah gunakan terdapat dua hal di bawah ini:
1.      Pelaku dosa besar kafir
Mengahalalkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat. Padahal islam tidak mengajarkan itu, kecuali orang yang berzina, pembunuh orang-orang mukmin dan murtad. Khawarij mengkafirkan Ali dan Ustman, padahal dalam hadist nabi “takutlah kamu kepada allah....takutlah kamu kepada allah terhadap para sahabatku. Janganlah kamu jadikan mereka bahan olok-olok sesudahku. Barang siapa yang menyakitu mereka berarti ia menyakiti Allah, dan barang siapa  menyakiti Allah maka tidak diragukan bahwa allah pasti akan menyiksanya. Karena itu, takutlah kepada allah.... takutlah kamu kepada allah[38] pelaku dosa besar tidak boleh disebut kafir dan tidak boleh dikenai hukuman-hukuman khusus bagi orang kafir-kafir.[39]
2.      Pelaku dosa besar kekal neraka
Nas-nas dalam al-Quran dan as-Sunnah menjelaskan pengampunan dosa besar agar tidak kekal di neraka. Dengan melakukan tobat, melakukan istighfar (mohon ampun), dengan melakukan kebaikan, dengan doa kaum mukmin kepada kaum mukmin, dengan amal baik, dengan syafaat nabi, dengan adanya musibah, dengan sesuatu yang dihadapi di alam kubur, dengan kedasyatan hari kiamat, dengan rahmat dan ampunan Allah.[40]
F.            Perkembangan ajaran Khawarij di masa kini, Persamaan Khawarij dengan Wahabi
Gerakan yang timbul di Arabia, yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) yang akhirnya dikenal dengan gerakan wahabiah. Gerakan Wahabiyah merupakan gerakan pembangkitan kembali (revivslis). Muhammad bin Abdul Wahab sendiri tidaklah pernah bersentuhan dengan kebudayaan Barat. Oleh karena itu adalah sudah wajar bahwa ia tidak mengacu kepada kebudayaan Barat itu.
Gerakan Wahabiyah merupakan gerakan Islam pertama yang paling pertama dalam periode modern, yang merupakan protes terhadap kerusakan internal. Gerakan ini berusaha untuk menghempang keruntuhan Islam dan mengajak kepada masyarakat Islam untuk kembali kepada tatanan-tatanan Islam yang murni. Ia merupakan gerakan puritan (pemurnian), keras dan sederhana.[41]
Ia menolak kerusakan dan kelonggaran kehidupan Islam kontemporer, menolak pemberian tempat pada kekayaan kebudayaan dari imperium Islam abad pertengahan, kehangatan rohani dan kesalehan ukhrawi dan tarikat tasawuf. Ia juga menolak intelektualisme, bukan hanya dari filsafat, tetapi juga dari teologi. Ia menolak semua penyimpangan, bahkan Syiah yang sudah mapan pun. Ia hanya menekankan pada hukum. Hukum Islam klasik, hukum dalam bentuk yang langsung dan sangat kaku, himpunan dan esensi dari aliran mazhab Hambali yang dihilangkan dari semua perkembangan pemikiran yang baru sepanjang masa.
Pembaharuan wahabi dikatakan otoritatif, bahwa sebagian sumber inspirasi bukan hanya al-Quran, tetapi al-Quran dan Sunnah yang sahih. Wahabiyah menganjurkan bukan hanya berpegang teguh kepada al-Quran sebagai ide murni, tetapi berpegang teguh kepada al-Quran dan diamalkan secara murni dan benar, Wahabiyah menganjurkan supaya kembali pada hukum. Interpretsai mereka tentang hukum ini kaku dan sempit. Ajakan mereka adalah tunduk kepada Allah dalam keagungan dan kebesarannya dan kepada masyarakat yang melaksanakan ajaran-ajaranNya secara penuh.
Berkaitan dengan aliran wahabi, agaknya terdapat kemiripan antara wahabi dengan khawarij, yaitu menjadi pemecah belah umat Islam dan bahkan semua mereka juga terjadi perpecahan. Perpecahan sesama wahabi telah dibeberkan oleh syaikh Abdul Mukhsin bin Hamad al-Abbad al-Badr, dosen di Jami’ah Islamiyah, Madinah al-Munawwaroh dalam bukunya, Rifqan Ahl al-Sunnah bi-ahl al-Sunnah, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ali Mushri.[42]
Pokok ajaran yang dianut wahabi intinya adalah memusnahkan segala bid’ah yang ada dalam tubuh Islam. Tidak ada tambahan ajaran dalam Islam kecuali yang sudah tertulis dalam al-Quran dan Sunnah nabi. Jika ada yang melakukan tindakan di luar itu maka dianggap syirik (keluar dari ajaran Islam).Dari tokoh wahabi sendiri yakni Muhammad bin Abdul Wahab selalu memikirkan tauhid dalam aqidah yang jauh dari syirik, dan Tauhid dalam syariah bahwa tidak ada sumber hukum kecuali al-Quran dan Sunnah Nabi. Itulah pokok dakwah Muhammad bin Abdul Wahab, berdasarkan itu pulalah tindakannya berlangsung.
Wahabi dianggap menyimpang oleh sebagian kalangan dengan alasan pemikirannya terlalu keras. Interpretasi mereka yang sempit dan kaku tentang hukum Islam ini membawa dampak terjadinya berbagai aliran yang muncul karena Wahabi merupakan salah satu gerakan Islam pertama yang muncul.
1.      Kesamaan Wahabi dengan Khawarij, penulis memberikan tujuh persamaan Wahabi yang sudah dijelaskan diatas,[43] bagaiaman eksistensinya setelah Khawarij hilang dan seakan-akan Wahabilah sebagai pengganti Khawarij dimasa sekarang.  Pertama, sebagaimana kelompok Khawarij dengan mudah menuduh seorang muslim dengan sebutan kafir, kelompok Wahabi juga sangat mudah menuduh seorang muslim sebagai pelaku syirik, bid’ah, khurafat dan takahayul. Semua tuduhan Wahabi itu tidak lebih merupakan “kata halus” dari pengkafiran, walaupun dalam beberapa hal memiliki kesamaan dalam konsekuensi hukumnya. Wahabi adalah pengejewantahan Khawarij dimasa sekarang, kesamaan ini pernah dicela dan diingatkan oleh Rasullah Saw, dimana Rasul memberikan julukan golongan sesat itu (Khawarij) dengan sebutan “mariqin”, yang berarti ‘keluar’ dari islam sebagaimana anak panah tembus keluar dari (badan) bintang buruannya.[44]
 Al-Allamah al-Faqih Syaikh Ridhwan El-Adl Bebris asy-Syafi’i al-Mashri, dalam kitabnya Raudhatul al-Muhtajid li Ma’rifati Qawaidi ad-Din, mengatakan: “”setelah Ibn-Taimiyah maka timbullah Ibnu Abdul Wahab pada abad ke-12 mengikuti jejak Ibn-Taimiyah, bahkan tambah parah dan bengis. Dia pendiri sekte Wahabi, semog Allah menghinaknnya. Saudara kandungnya sendiri yakni, Syaikh Sulaiman Ibnu Abdul Wahab yang merupakan seorang yang alim, pun sangat mengingkari fahamnya yang sesat itu dan mneolak semua bid’ah yang dia lakukan.”
2.      Memahami al-Quran dan hadist secarah harfiah dan kaku, kelompok Wahabi pun memiliki pemahamn yang sama. Sehingga ereka cenderung terjerumus kedalam pemahamn agama yang salah.
3.      sebagaimana kelompok Khawarij, memiliki sifat oleh hadist nabi sebagai berikut “pembunuh umat islam, sedang para penyembah berhala mereka biarkan”[45], maka sejarah telah membuktikan bahwa Wahabi pun telah melaksanakan perilaku keji semaam itu.
4.      semacam Khawarij, Wahabi juga memiliki pemahamn yang aneh dan keluar dari kesepakatan mayoritas kamum muslim. Misalnya, ziarah kubu ke makam Rasulallah ialah sebuah paham yang bid’ah, khurafat, syirik, takahyul, padahal ulama’ mayoritas mengtakan ziarah kubur adalah sebuah ibadah.
5.      seperti Khawarij, mereka memiliki pemahaman yang jumud (kaku), mempersulit diri dan ruang lingkup pemahaman ajaran agama, maka Wahabi pun memiliki pemahaman yang sama.
6.      sebagaimana Khawarij yang memiliki pemahaman yang menyimpang, maka Wahabi pun memiliki pemahamn yang sama. Oleh karena itu mereka dianggap sudah keluar dari sila.
7.      sebagimana Khawarij, negara muslim yang penduduknya banyak melakukan dosa besar, maka dapat dikategorikan sebagai negara zona perang, Wahabi pun meyakini hal tersebut. [46]
G.          Kesimpulan
Bahwa Khawarij dalam perkembangannnya mengalami masa pasang-surut. Ia dapat besar karena sifat keberaniannya dan selalu pantang menyerah dalam melakukan perlawanan. Ajaran awal yang melahirkan sekte-sekte telah menuai banyak kontroversi, Khawarij dianggap bid’ah dengan melakukan penafsiran sendiri terhadap ayat-ayat al-Quran. Fanatik, arogan tekstuan dan selalu mengakafirkan siapapun itu yang tidak sepaham dengannya.
Sekte yang ekstrim dan moderat adalah efek dari sikap-sikap radikal Khawarij. Al Azariqah sebagai fokus pembahasan penulsi, menjelaskan bahwa sekte ini memiliki ajaran yang sangat keras. Menghalalkan membunuh disaat akan masuk aliran ini, hal untuk dianggap sebagai ujian untuk syarat masuk sekte Azariqah.
Kesamaan Khawarij dan Wahabi telah menjawab, bahwa eksistensi Khawarij dimasa sekarang telah diamini oleh Wahabi. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, semua ajaran-ajaran Wahabi memiliki persamaan yang jelas dengan Khawarij. Ajaran-ajaran mengenai penafsiran al-Quran yang kaku dan tekstual membuat Khawarij dianggap keluar dari islam, karena islam tidak memilki pemahaman seperti Khawarij.
Mengakaui bahwa Usman dan Ali kafir adalah salah satu pernyataan Khawarij yang salah, terjun dalam dunia politik membuat Khawarij menjadi terpecah-pecah dan akhirnya hancur. Banyak pengikut Khawarij yang kecewa karena ajaran-ajaran Khawarij sendiri, perlawanan terhadap pengusasa-penguasa islam dan umat islam yang bukan Khawarij menjadi sejarah umat Islam yang patut dipelajari demi eksistensi Islam pada saat ini. Wujud islam yang cinta damai tak menjadikan islam tetap bertahan sampai sekarang, islam murni adalah islam yang diajarkan oleh nabi Muhammad, yang sesuai dalam al-Quran dan al-hadist, sebagai bukti islam adalah rahmatan lil alamin.

DAFTAR PUSTAKA

“Al-Khawarij dan Gaya Penafsiran Mereka terhadap Al-Quran" . Afrizal, Nur: Jurnal Islam,
Ali, H. A. Mukti, Alam Pikiran Islam Modern Di Timur Tengah, Jakarta, Djambatan: 1995
Ahmad, Musnad. jilid 2
Berger, L Peter. Revolusi Kapitalis. Jakarta, LP3ES, 1990
Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi IX,
Ibrahim Jindan, Khalid. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam. Surabaya:Risalah Gusti, 1995
Syaikh, Idahraham. Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi. Yogyakarta, Pustaka Pesantren, 2011
Idrus Ramli, Muhammad. Berdialog Dengan Wahabi, Surabaya, Bina Aswaja: 2010
Montgomery,W. Waat.  Studi Islam Klasik: Wacana Kritik Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999
Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: UI Press, 1986
Rasjidi, Solihin. Al-Khawarij:’Aqidatan wa Fikran wa Falsafatan. Jakarta: LENTERA, 1993
Sjadzali, Munawwir. Islam dan Tata Negara. Jakarta : UI Press, 1990
Sugono,Dendy Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat bahasa departemen pendidikan nasional, 2008
Ter: Solihin Rasjidi. Al-Khawarij:’Aqidatan wa Fikran wa Falsafatan. Jakarta: LENTERA, 1993
Taimiyah, Ibnu: Majmu’ al-Fatawa
Zahrah, Abu. Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, I,



[1]Noeng Muhajir, Metode Kualitatif, (Yogyakarta : Rakesa Rasia, 1996), hal 158-159
[2] Syaikh, Idahraham. Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi. (Yogyakarta, Pustaka Pesantren, 2011),Hal:222
[3] Peter L, Berger. Revolusi Kapitalis.( Jakarta, LP3ES, 1990)
[4] Waat, W. Montgomery, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik Sejarah. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hal: 09
[5] Ibid., hal: 12-13.
[6] Ibid., hal: 13.
[7] Siffin adalah daerah dekat Rakqqa di hulu sungai Eufrat. Sehingga perang tersebut disebut Perang Siffin.
[8] Baca Harun Nasution. Teologi Islam. (Jakarta: UI Press, 1986) hal: 05.
[9] Ibid., hal: 11.
[10] Ibid.,
[11] Ibid., hal: 15.
[12]Ibid., hal: 18.
[13] Ibid, hal: 18           
[14] Waat, W. Montgomery, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik....... hal: 22
[15] Harun Nasution. Teologi Islam......  hal: 17.
[16] Ter: Solihin Rasjidi. Al-Khawarij:’Aqidatan wa Fikran wa Falsafatan. (Jakarta: LENTERA, 1993), hal: 69
[17] Ibid, hal:70
[18] Waat, W. Montgomery, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik....... hal: 24
[19] Ibid, hal: 24-25
[20] Baca: Abu, Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, I, Hal: 81
[21] Khalid, Ibrahim Jindan. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam. (Surabaya:Risalah Gusti, 1995), hal: 5
[22] Ibid, hal: 6
[23] Munawir, Sjadzali. Islam dan Tata Negara. (Jakarta : UI Press, 1990), Hal : 217
[24] Waat, W. Montgomery, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik....... hal: 26
[25] Dendy, Sugono, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat bahasa departemen pendidikan nasional, 2008) hal: 1250
[26]Harun Nasution. Teologi Islam......  hal: 18
[27] Ibid, hal: 19-20
[28] Ibid, hal: 20-21
[29] Waat, W. Montgomery, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik....... hal: 39
[30] Ibid, hal: 40
[31] “Al-Khawarij dan Gaya Penafsiran Mereka terhadap Al-Quran" . Afrizal, Nur: Jurnal Islam, Hal: 7
[32] Ibid, Hal: 7
[33] Ibid, hal:8
[34] Ibid, hal: 9-11
[35] Waat, W. Montgomery, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik....... hal: 17
[36] Baca: Abu, Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, I, Hal: 81
[37] Harun Nasution. Teologi Islam......  hal: 13
[38] Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi IX, 3860
[39]Ter: Solihin Rasjidi. Al-Khawarij:’Aqidatan wa Fikran wa Falsafatan. (Jakarta: LENTERA, 1993), hal: 115 
[40] Ibid, hal: 133
[41] H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern Di Timur Tengah, (Jakarta, Djambatan: 1995), 5

[42] Muhammad Idrus Ramli, Berdialog Dengan Wahabi, (Surabaya, Bina Aswaja: 2010), 90
[43] Syaikh, Idahraham. Sejarah Berdarah...hal: 248
[44] Musnad, Ahmad, jilid 2 hal:118
[45] Ibnu, Taimiyah: Majmu’ al-Fatawa, Jilid 13, Hal: 32
[46] Syaikh, Idahraham. Sejarah Berdarah...hal: 250-254

2 komentar:

  1. jangan campur adukkan khawarij sama wahaby, klw antum mau mengkaji lebih dalam tentang wahaby, maka antum tau sebesar apa pengorbanan muhammad bin abdul wahab terhadap tauhid utk membasmi pelaku bid'ah di zaman itu, kalw sekiranya m.bin abdul wahab ini tidak menegakkan kalimat thoyyibah, maka apa jadinya di mekah sekarang??? mungkin sudah banyak yg terjerumus dengan pelaku bid'ah

    BalasHapus
  2. Syaikh, Idahraham ini majhul, gak diketahui asal usulnya. terakhir disinyalir nama aslinya "Marhadi Muhayyar". Pembela syi'ah, menebar fitnah, mencela muslimin ahlussunnah.

    IDAHRAM <--> MARHADI

    Mohon berhati-hati dalam mengambil referensi.

    BalasHapus